7/16/15

Berbelok atau Melebarkan Sayap #part1 - Pesan Pak Rizal


Arsitektur, sebuah ranah tata ilmu yang katanya komplit dari mulai seni, keteknikan sampai angka-angka berkoma nol dua di belakang. Mungkin bisa dibilang begitu, karena dalam kesehariannya arsitektur tidak berbatas ruang lingkup antara yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh ketika seorang arsitek ingin merancang sebuah bar, bukan tidak mungkin ia mempelajari perilaku, tata organisasi, serta sistem-sistem baik makro ataupun mikro yang mungkin akan terjadi di dalam ruang binaan tersebut.

Lucunya, hal yg dibutuhkan dalam proses perancangannya bisa jadi sangat berbeda antara satu arsitek dengan lainnya. Semua bergantung dari goal yang akan dicapai oleh si pemilik ide tersebut untuk karyanya. Bukan tidak mungkin metode-metode perancangan klasik nan melegenda hanya terpakai sangat sedikit bahkan tidak sama sekali. Mungkin sebagian kita pernah mendengar bahwa "tidak ada yang salah dalam proses berarsitektur". Jadi mungkin lumrah saja bagi sebagian pekerja desain keteknikan ini untuk mengalami hal2 seperti ini.

-Jumat malam, 14 02 2014-

Tanggal yang unik di hari akhir minggu yang menyenangkan untuk bukan tidak sengaja memulai tulisan ini. Disaat kebanyakan yang lain sedang dalam nuansa romansa coklat tahunan ini, saya mendapati kegalauan mendalam untuk sebuah keputusan yang mungkin sebenarnya tidak berat itu. Bagaimana tidak.. ketika sedang menjadi bagian dari sebuah company yang bisa dibilang membahagiakan baik dalam berkarya maupun bersosial dengan manusia pengisinya, sebuah tawaran lain datang menghampiri yang dengan mudahnya menggoyahkan karena satu alasan mendasar yaitu target.. tapi target seperti apa?!

-Sekitar 6 tahun lalu-

Digelar sebuah seminar arsitektur bertemakan kota dengan judul EMERGING ARCHITECTURE. Dipelopori Ridwan Kamil selaku bos salah satu konsultan arsitektur ternama saat itu, seminarnya menghadirkan sejumlah pesohor arsitektur dan pelaku kota baik lokal maupun internasional. Ada 2 pengisi materi yang cukup menonjol saat itu; GFAB dan EDAW/AECOM. Yang satu pelaku arsitektur semi lokal yang ber-markas di Bali.. satu lagi pelaku kota dunia yang katanya sangat tersohor itu, siapa lagi yang dimaksud selain AECOM yang masih dengan embel2 EDAW saat itu.

Jangan penasaran dulu knapa dulu AECOM bisa ada embel2nya, karena tidak akan dibahas di topik ini ^_^v. Tapi pasti heran juga kenapa ini agak menitik berat ke arah pelaku kota dunia itu. Entah kenapa hampir semua materi di seminar itu seakan tidak berbekas saat seorang yang cukup kecil berparas oriental namun tampak smart membawakan materinya dengan sangat meyakinkan. Brian Jan, dengan lantangnya memaparkan tentang arti sebuah kota terhadap peradaban. Karya-karya beliau disuguhkan dari cakupan mikro sampai makro.

Beliau adalah salah satu pemeran utama EDAW/AECOM di Hong Kong yang masih terbilang muda saat itu yang entah bagaimana nama beliau tidak ada di list pemberi materi seminar a.k.a merupakan pemateri pengganti perwakilan EDAW/AECOM, yang memang takdir khusus karena belum tentu pemateri aslinya bisa memberikan pengaruh cukup signifikan pada pandangan berarsitektur. Diawali dengan penyampaian materi Beliau tentang kota-kota yang tumbuh untuk masa depan tersebut lah si mahasiswa tingkat akhir yang cukup idealis  (katanya) ini mulai memahami lebih dalam apa itu MASTERPLANNING. Dan berpesan dalam kalbu "Suatu saat karya seni dengan itikad membentuk peradaban ang lebih baik ini akan menjadi bagian dari hari2 saya.."

Kebetulan, pada momen2 yang sama di hari berbeda seorang dosen idola sedikit jahil mengomentari studi masterplan dari proyek tugas akhir yang sedang saya geluti habis-habisan saat itu. Pak Rizal Muslimin, dosen idola super jenius yang sembari lewat dan melirik diskusi kecil saya dengan dosen pembimbing saat itu lalu bilang "siteplannya menarik tapi sayang bangunannya masih kurang dalem ya.." :'''').

Sedih?! bisa dibilang gitu, karena memang ini tugas akhir arsitektur ya g tenttu saja banguna menjadi salah satu kunci utama penilaian. Satu kalimat yang saya anggap pedas dan membumbu tajam saat itu membuat saya berfikir untuk tidak cepat2 meletakkan pen gambar saya walaupun lampu hijau terang menyala muncul di mata pembimbing saat itu. Yak.. perubahan cukup signifikan saya hasilkan pada setengah perjalanan tugas akhir saya yang Alhamdulillah berujung salah satu tugas akhir terbaik terpampang di ruang display tugas akhir saat itu, thank's Pak :'). Tidak lupa juga Pak Rizal Muslimin lah yang menggiring paksa saya dan rekan2 sejati untuk berani ikut berkomptisi arsitektur di luar kampus.

Cukup puas dengan hasil tugas akhir yang tentu saja masih banyak kurangnya itu, tidak jarang saya kunjungi kampus untuk melihat hasil2 tugas akhir yg dipamerkan bersamaan saat itu tapk tentu tetap fokus pada penelusuran pasca sidang karya tugas akhir milik sendiri ^^. Tak jarang juga teringat pesan pedas Pak Rizal yang membuat saya lebih memperhatikan pada sisi siteplan atau landscape-nya. Lalu ditambah dengan pikiran nostalgia bersama rekan-rekan sejati NFN yang sudah dua kali menjuarai kompetisi taman kota di Jakarta, mengganggu pikiran saya akan "am i more to open spaces and masterplanning..?!"  :)

Pertanyaan berat itu cenderung meredup ketika euphoria kelulusan dan melamar kerja ke konsultan "arsitektur" ternama bergelimangan dengan mengesampingkan sedikit ketidksukaan diri pada detail bangunan. Ditambah lagi ada pertayak constrain lanjutan "emang bisa kerja di urban design atau landscape tanpa background pendidikan serupa?!?" yang cenderung dijawab dalam alam bawah sadar "ah yasudahlah" tanpa mencari tahu. Tidak terasa terlewatlah 3 tahun pertama di konsultan arsitektur dari yg kecil, semi kotraktor sampai yang cukup besar. Berpindah pindah dengan alasan tidak semangat tanpa disadari memang tidak pernah se-semangat itu dalam mendalami perencanaan fisik bangunan.

Sambil perlahan menyadari.. ahh Pak Rizal sepertinya ada benarnya. Kadang sebuah kritik yang kita anggap mencela justru menyimpan potensi positif meskipun tanpa disadari baik oleh si pemberi maupun penerima pesan. Disini kita bisa belajar akan menanggapi sebuah kritik untuk selalu berfikir positif.

4/7/13

4 > 8 ? .. Transjakarta


Berpindah tempat sudah menjadi suatu kegiatan tiap-tiap kita dalam keseharian. Jarak dan caranya pun menjadi varian dengan pertimbangan pada masing-masingnya, dan tentu saja cepat sampai menjadi salah satu pertimbangan utama akan suatu cara berpindah itu dipilih yang kemudian disusul nyaman, aman dan rentetan ekor lainnya.

Ada yang menganggap menggunakan kendaraan pribadi adalah pilihan paling cepat ada pula sebaliknya bahwa membawa kendaraan pribadi bisa sangat merepotkan. Semua menjadi relatif berbanding sejalan dengan kualitas kota dimana kita tinggal. Sebut saja Jakarta misalnya,

8 things why i hate transjakarta: 
1. the overload issues/ kelebihan beban
2. fu**in ignorant passenger/ penumpang kampungan
3. lack of timely/ tidak tepat waktu
4. disorder passengers system/ sistem penumpang tak teratur
5. un-assertive bus conductor/ petugas bus yg tidak tegas
6. lack of fleets/ armada kurang
7. lack of information signage/ kurangnya papan informasi
8. less maintainance/ tak terawat




4 things why i still use it:


1. trafic jam free/ bebas macet (somehow)

2. cheaper (1 only payment for any long distances and tranfers)
3. sheltered
4. air conditioned


Jika dibandingkan terdapat 4 alasan memilih naik transjakarta dan 8 alasan tidak memilih naik transjakarta, namun pengguna tetap melonjak dari tahun ke tahun yang tentu saja tidak diikuti dengan penambahan armada yang signifikan. Dengan demikina 8 alasan tersebut hanyalah keluhan namun bukan merupakan penolakan, seakan warga digiring untuk memaklumi ataukah tidak ada pilihan lain lagi. Jadi tuntutan kian berpacu pada logika yang kian menekan seakan membentuk dogma "ya udah lah ya".

NB:

Isu ini di rancang dan berdasar kuisoner tahun lalu, apabila ada ketidakcocokan dengan keadaan kini.. Maka bravo Transjakarta dan pemerintahan Jakarta kini.. :D


Happy travelling, readers!


11/16/11

When it's built and they love it..



variasi aktifitas warga di taman tebet | sumber: woofphotoalbum

Mengingat kisah 4 tahun lalu, ketika tiga orang mahasiswa di tanah sunda sedang berada dalam perjalanan akhir kemahasiswaanya yang cukup padat.. sebuah info akan kompetisi Public Park di Ibukota Jakarta hadir di hadapan mereka. Tanah seluas 2.6 hektar yang terbengkalai dan cenderung menjadi area negatif buat kota, tepatnya di wilayah bagian kota Tebet itu.. kian di sayembarakan untuk dijadikan taman kota baru... mengingat target pencapaian 30% rth di Ibukota Jakarta.

Melalui perundingan kecil, tim nfn pun siap beraksi.. begitu sekiranya sebutan ketiga orang mahasiswa tersebut. Pembagian waktu akan pengerjaan tugas akhir dan sayembara dirasakan cukup seru.. semangat, marah, sedih, tawa, gila... semua bercampur sampai pada akhirnya tepar namun selesai.. hehee.. Berita gembira muncul dari panitia tepatnya Dinas Pertamanan dan Pemakanan Jakarta yang menyatakan bahwa karya kami berhasil menjuarai kompetisinya.. tepar pun senantiasa berubah bahagia..

Tawaran pun cenderung muncul untuk ikut menggarap pembangunan taman kota tersebut, tapi dengan polosnya tim menolak karena target tugas akhir yang juga sedang dikejar waktu.. Jadi, selesailah sudah.. tak berkabar.. dan tak berkabar............... *imajinasi daun-daun kering berjatuhan dan tertiup angin..


ekspressi anak-anak ketika bermain di playground | sumber: mediaindonesia

Sampai pada penghujung tahun ini tepatnya 2011, penulis tak sengaja menemui berbagai artikel menyebutkan "taman tebet" .. yang isinya merupakan testimoni para pengunjung Taman Kota Tebet dari berbagai sudut pandangan.. asik membaca, sambil tersenyum dan menggumam bahagia "ohh, jadi juga yaa.. syukurlahh..". Melihat ramainya taman ini dikunjungi, merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi perancang ketika ia menyadari telah berkontribusi untuk membentuk SENYUM warga kota.

nfn

8/15/11

Flying Metal (Factory's Office Redesign)

Project : Office Redesign Location : Jakarta
Architect : Muhammad Fajri
Category : Final Proposal


Terkadang sebuah pabrik dan kantornya merupakan hubungan berbanding lurus. Misalkan saja pabrik mengalami penambahan kebutuhan, begitupula dengan kantornya. Dalam projek ini, perancang dihadapkan pada kasus sebuah perusahaan produksi roti yang menginginkan adanya penambahan kebutuhan buruh pada pabrik serta pegawai pada kantor.
Berdasar permintaan diatas tentunya timbul kebutuhan ruang baru dari bangunan yang semula merupakan bangunan pabrik (2 lantai) dan kantor kecil (1 lantai). Permasalahan utamanya adalah tidak ada penambahan space luas pada lahan yang semula agak sempit ini tapi penambahan kebutuhan ruang tetap terakomodasi secara optimal dan efisien.
Setelah didapat kebutuhan ruang baru, maka perancang mencoba mengolah berdasar sirkulasi dan hierarki sehingga didapat alih fungsi beberapa ruang yang tentu juga dengan adanya penambahan besaran ruang dengan tetap efisien baik secara struktural maupun penggunaan ruang luar.

Fungsi kantor dipindahkan ke atas untuk mengakomodasi penambaha ruang pabrik, dengan alih fungsi ruang kantor eksising menjadi ekspansi pabrik. Pemindahan fungsi kantor ke dilakukan dengan meneruskan fungsi-fungsi elemen struktural yang memang dahulu dibangun dengan kekuatan dua lantai baik secara pondasi maupun dimensi-dimensi rangka struktur. Selain dielevasikan 1 lantai, juga terdapat ekspansi pada besaran ruang kantor dengan mengoptimalkan penggunaan struktur eksisting. Sehingga bentuk dasar didapat sesuai gambar diatas.

Setelah mengalami beberapa diskusi, dirasakan pemilik dan pengurus perushaan ini merupakan jajaran orang-orang sederhana dan low profile. Sehingga bangunan yang dirancang pun sedemikian rupa dibuat sebagai bangunan low profil secara visual sebagai bangunan baru yang berendengan dengan bangunan lama.

Diawali dengan penggunaan material fasade bangunan.. bahan baja spandex menjadi pilihan utama karena dirasakan sebagai material ringan secara fisik dan visual.. serta fleksibel secara fungsi baik atap maupun dinding. Selain itu warna yang dipilih juga merupakan warna abu-abu sehingga sehingga mampu membentuk harmoni dalam irama visual dari bangunan baru terhadap warna dasar dinding eksistingnya (pabrik).
Selain pada sikap wajah tua dan baru-nya, tema "low profile" pun di adaptasi pada sirkulasi. Diawali dengan main entrance yang merapat ke dinding sehingga agak tersamar namun dengan tidak melupakan estetika secara bentuk dan material, kemudian dari pola sirkulasi yang menghadirkan pola kekeluargaan antara buruh, pegawai, dan pengurus perusahaan dengan tetap adanya hiearki ruang pada akhirnya.

Sehingga jalinan sosial antar pengguna bangunan tetap terjalin dengan tetap bekerja secara "nyaman" pada masing-masing ruangnya.. Flying metal and a social within :)

nb: click image to enlarge
"Advises are totally allowed"

8/13/11

Multi-level Plaza, mungkin begitu saya menyebutnya..

Plaza...
atau kita kenal dengan ruang bersama yang biasanya berada pada area terbuka atau outdoor. Kita mengenal plaza sebagai sebuah penampang datar yang "cukup" lebar karena kita tahu plaza bertugas menampung segala aktifitas bebas dari keadaan orang yang "banyak". Jadi mungkin baiknya menempatkan plasa di sebuah tanah tak berkontur untuk efisiensi ruang, bahan dan aktivitas pembangunan.

Namun bagaimana jika kita dihadapkan dengan lahan yang kurang datar atau bisa kita sebut berkontur, sedangkan pada area tersebut merupakan titik pola yang pas sebagai ruang komunal.

Saya mencoba menganalisa garis-garis kontur yang sekiranya mungkin dapat dialihkan sebagai plasa. Sehingga aktivitas gali dan urug pada lahan eksisting bisa di reduksi. Plaza seperti ini saya sebut sebagai multi-level plasa, yang mungkin terdengar awam untuk di definisikan.. tapi ini lah yang mungkin dapat tetap dijadikan tempat berkegiatan "festive" maupun "contemplated" yang tentunya sebagai ruang bersama dengan kasus pengguna orang "banyak"
.

desain multi-level plaza, pusdiklat olahraga hambalang sentul by: fajri.muhammad

Secara visual, solusi seperti ini menjadikan plaza tidak sebagai sebuah bidang datar terpisah nyata secara elevasi.. sehingga plaza bisa menjadi sebuat ruang komunal yang lebih ramah terhadap sirkulasi sebagai salah satu pelengkap elemen lansekap arsitektur.


nb: click image to enlarge
"Advises are totally allowed"


4/6/11

@SoalArsitek : forum tanpa portal

"Berdiskusi... sebuah kegiatan pencarian solusi - sebagai ajang deklarasi diri - sebuah umpan unjuk gigi dalam kotak kematangan pribadi.."

Perihal arsitektural tak lepas dari unsur komunikasi, yang dalam hal ini pelaku cenderung berdiskusi untuk integrasi satu persoalan ke persoalan lainnya. Namun waktu dan tempat terkadang yang menjadi batasan mengesampingkannya. Dalam dunia cyber-networking sepertinya hal itu sedikit terpecahkan dengan hadirnya forum-forum. Ketika lokasi dan pelaku diskusi akan lebih tak terbatas dengan adanya forum, materi dan sambutan/ balasan pun lebih beragam yang mungkin bisa dikategorikan sebagai unsur tanpa batas.

Namun untuk mengakses sebuah forum, tak banyak yang tidak (jadi) berdiskusi karena terbentur hambatan regulasi dan portal tertentu atau bahkan waktu yg cukup sekalipun untuk membuka dan membaca. Karenanya mungkin pada beberapa forum (arsitektur), pelaku/ calon pelaku diskusi terkadang mengutarakan dalam benaknya "..nanti saja kalau sempat..". Hmm... memang ada saja alasan untuk menunda diskusi.. tapi tunggu dulu, sebuah opsi lain menawarkan kebebasan berpendapat, kemudahan akses untuk menerima dan berbagi materi.. Tentu hal ini juga agak dikerucutkan, yang hanya berlaku untuk para pengguna twitter.


Belum lama ini penulis menemukan sebuah nama di twitter yang cukup menggema dalam barisan arsitektural, tak sulit diingat @SoalArsitek namanya. Kini cukup banyak yang mengatakan "belum ngarsitek kalo ga follow @SoalArsitek..." agak geli juga membaca ungkapan barusan. Dengan hadirnya @SoalArsitek di twitter, penulis sebagai salah satu pengguna twitter aktif cukup merasakan manfaatnya dalam hal berbagi dan dibagi.. menginfo dan diinfokan.. bertanya dan ditanya.. dan tentu kebanyakan merupakan perSOALan ARSITEK .. yang dipandang dari banyak aspek.

So, kalau memang penasaran dengan kebenaran
"belum ngarsitek kalo ga follow @SoalArsitek..." , mungkin baiknya diintip dan dicoba dulu.. seperti melihat masakan di TV dan kemudian mencicipinya. Tapi, tentu saja pada akhirnya semua kembali pada selera kita. Selamat berbagi, selamat menginspirasi.. dan sepertinya @SoalArsitek memang hadir untuk ajang diskusi.

"sharing arsitektur via twitter, boleh serius boleh becanda, asal jangan menyakitkan :) .."


3/30/11

The un-Flattened Flat

Project : Kontrakan Perawat
Location : Bogor
Architect : Muhammad Fajri
Category : Final Proposal


Didasari oleh sebuah mindset "yang penting ada tempat".. pemilik/calon pemilik sebuah kos2an atau kawasan kontrakan kecil cenderung kurang bersahabat dengan apa yg disebut kenyamanan calon pengguna. Mengapa? ya seperti pada mindset yg telah disebutkan sebelumnya mereka menganggap space/ruang-lah (dalam hal ini dimaksimalkan tanpa toleransi) yang dicari oleh kebanyakan orang tentunya hal itu merupakan garis banding lurus akan nilai nominalnya.


Sebagai perancang, porsi yg dilakukan tidak untuk merubah mindset tersebut yg memang sudah mengakar terutama di daerah2 sub-urban yang cukup padat dan mahal, tapi yang coba dilakukan adalah menyisipkan perihal kepedulian kualitas kenyamanan yang tentu berbanding pada minat calon penyewa. Tidak mahal, bahkan murah dan cenderung menjadi low-E building..



Bogor, dengan segala keunikan termalnya yang senantiasa disebut kota hujan.. bisa menjadi sebuah potensi yang sekaligus kendala yang tersembunyi. Dikatakan tersembunyi karena tak banyak yang cukup merasakan apa itu over-humidity atau kelembaban berlebih yang cenderung cukup sering terjadi di area sub-near-rural .. thermal mixture yang cukup bersahabat secara gamblang namun tak terlihat kendalanya.

Tanpa mengurangi keinginan optimal berbisnis sang pemilik kontrakan, kebutuhan ruang tetap diakomodir sesuai permintaan pemilik yaitu membentuk 5 unit kontrakan dan area parkir. Namun adanya problem finansial akhirnya memungkin pemilik untuk melakukan pembangunan bertahap. Tak dimulai dari belakang kavling tanah, perancang menyarankan agar pembangunan justru dimulai dari depan agar senantiasa calon penyewa tak terbentuk sugesti terpojok jauh dari jalan dan ada nilai tambah yaitu lahan sisa bisa menjadi sebuah taman pribadi yang tentunya akan semakin mengecil, smakin menjadi bersama dan akhirnya menghilang ketika pembangunan sisa unit terus berjalan, tapi itulah memori yang dinamis.. :)

Flat, sebutan yang biasa diumpamakan sebagai mini group hospitalities/tempat tinggal.. walau tak se-harfiah itu perancang mencoba mengkategorikan kontrakan ini sebagai flat, karena adanya komunikasi mikro yg akan terbentuk secara eksklusif, yaitu mereka akan merasa berada pada satu tempat bertetangga yg saling mengisi.

The un-Flattened Flat, mencoba membentuk masa tak sejajar dari segi layout maupun skyline.. tentu masalah overhumidity itulah yg menjadi stimulus utamanya sehingga optimalisasi pergerakan angin dari luar menuju dalam bangunan dapat terjadi. Secara layout, patahan bidang akan membentuk benturan angin yang senantiasa memperbanyak belokan angin (wind turbulence) sehingga pada koridor angin tak hanya lewat tapi juga mampir pada setiap unit.. Untuk atap, selain sebagai pembebasan angin per unit dan optimalisasi cahaya, hal ini juga berkaitan dengan pembangunan bertahan yg direncanakan pemilik sehingga perancang menyarankan untuk konstruksi atap yg sebisa mungkin berdiri sendiri sehingga arah pelana tidak diarahkan sejajar pergerakan pembangunan.

Optimalisasi ruang, Lowcost, Low-E, kualitas sosial dan KENYAMANAN TERMAL.. hal2 yang coba dipedulikan oleh perancang akan terbentuknya The un-Flattened Flat, regards :')


nb: click image to enlarge
"Advises are totally allowed"

Menginspirasi tiada henti : Rizal Muslimin

Sebuah judul yang bukan spontan terpaparkan, karena sejak dulu memang begitu. Dini hari ini tidak ada yang lebih membuat penulis semangat selain bercerita tentang idolanya yang kini tengah studi di salah satu Sekolah Tinggi tersohor di Amerika serikat... Pak Rizal Muslimin.

Hobi berkompetisi, sekiranya kami mengenal beliau begitu.. mungkin hal tersebut yang membuatnya menjadi salah satu kompetitor tersulit di negeri ini tak heran para pesaingnya memanggilnya macan sayembara. Yah sewajarnya ketika melakukan sesuatu dengan senang hati maka hasilnya cenderung optimal, begitu lah kira2 kalo kata Pak Ridwan Kamil (partner/pimpinan Pak Rizal dalam tim semasa di Urbane)

Arsitek lulusan cumlaud perancangan S2 ITB ini menjadi salah satu inspirasi terkuat dalam berkompetisi pada masanya. "..jadikan budaya sebagai data dan otak sebagai prosessor" pesan singkat yang kerap memberi motivasi pada beberapa mahasiswanya, sebut saja salah satunya penulis ini. Mungkin terdengar agak robotik, tapi itulah
esensi peran otak yang sesungguhnya dalam kaitannya akan sebuah karya, dan diharapkan akan membawa kita bereksplorasi untuk solusi bahkan inovasi.

Pak Rizal Muslimin terkenal dengan ciri khas bangunannya yang kerap muncul dengan bentukan2 aplikasi material yang tidak biasa. Ketekunan Beliau akan eksplorasi material, membawanya pada juara 1 international Brickstainable
Competition yang didapat pada masa studi Doktor-nya di kampus MIT-Amerika Serikat 2009. Kemudian kemenangan itu dilanjutkan dengan diraihnya Honorable-Mention pada Brickstainable Competition putaran kedua 2010 silam.

Berikut sekiranya beberapa karya beliau yang tentunya menginspirasi.. hingga KINI --v

sayembara bandara adi sucipto, Jogjakarta
sayembara masjid raya padang - sumatera barat
sayembara museum tsunami - Aceh
brickstainable competition 2009

3/28/11

Tidak Ada Juara 1 .. ???


Sebuah Sayembara Arseitektur Nasional yg diadakan oleh kampus Brawijaya dan IAI malang, yang berjudul The Local Tripod setelah proses berjalan hingga pengumuman pemenang ternyata tidak ada juara 1 karena blm ada yg memenuhi kriteria untuk disebut juara 1.

Menurut Author BlogMyMind --v

Hmm... hmm yang ini lucu, yg disebut juara 1 adalah peraih point tertinggi bukan point sempurna.. karena yang disebut sempurna itu tidak akan pernah ada sejauh kriteria juri yg mungkin overrated roll.. kembali pada rencana awal pemenang yaitu 3 besar mengapa dipotong jadi 2 besar, ironis sih mendengarnya. sad

Mengingat sebuah sayembara Masterplan Kampus ASMI yang diadakan Holcim dan Kampus ASMI di tanggerang bulan lalu, dimana Seorang Professor dari Holcim di jerman pun menilai karya2 yang masuk tidak ada yg memenuhi kriteria, namun tetap 4 besar diumumkan smile > KIND Architect (juara 4), AMA (juara 3), Urbane (juara 2), Mamo Studio (juara1). Si professor mengatakan "dari 4 besar ini sebenarnya tidak ada yg pantas jadi juara, karena karya2 blm ada yg memiliki konsep dan metode yang ingin dicapai akan penerapan sustainable-nya". Tapi tetap juri pun sportif dengan menempatkan peraih point tertinggi sebagai juara 1. tongue

Apakah para Juri The Local Tripod ini latah terhadap perkataan si professor holcim tersebut?? roll mengingat salah satu jurinya merupakan salah satu dari 4 besar di Sayembara Holcim tersebut. Namun Ironis-nya, eksekusi juri The Local Tripod memang agak kurang bijak. Krn bagaimanapun penilaian tertinggi adalah milik juara 1, atau mungkin kalaupun tidak ada juara satu tetap 3 besar harus dipertahankan, mungkin dengan menyebut 2 orang juara II dan 1 orang juara III, itu akan lebih baik. Bukan semata karena uang atau apa, tp itu yg disebut penghargaan terhadap sebuah karya.

1 kata > IRONISDANLUCU big_smile <-- eh, itu dua kata ya.. hehee -_-'


- Thanks dan Tetap Semangat Berkarya -

3/22/11

Sayembara The Local Tripod (Top 10)


Poject : Djak Shops (Recommunicate Urban and It's Subs)
Location : Jakarta Pusat
Design Team: Muhammad Fajri, Fajar Agti Sunaryo


Pengalaman sehari-hari yang kemudian cenderung menjadi stimulus untuk mengolah lahan dalam hal putusnya komunikasi urban dan sub-nya sehingga dapatlah sebuah koridor publik yang membelah pusat perbelanjaan. Urban park/ taman kota, yang menjadi salah satu kebutuhan masyarakat urban dalam berekspresi dan berinteraksi.

Up-lifted Urban park/ penaikan elevasi taman kota diharapkan masyarakat mampu melihat lebih luas akan tata kota yang sesungguhnya. Mengingat "tak kenal maka tak sayang", ketika sub-urban tertutupi maka kita sejatinya semakin tak peduli. DjakShops diharapkan mampu menghasilkan ruang-ruang komunal sarat akan kualitas dan mengoptimalkan potensi iklim, sehingga dapat menjadi sebuah bangunan yang rendah energi dan rendah emisi (Low-E Building).

Tak lupa menempatkan urban farming / kota berkebun sebagai dasar komunikasi baru antara manusia kota dan alamnya yang tentu diharapkan mampu menghasilkan suatu kualitas ekonomi baru bahkan sosial.


"advises are totally allowed"