27 Juli 2007, sebungkus nasi liwet mengawali perjalanan di sejuknya pagi kota Semarang. Perut kenyang, deretan kaki lima yang bersih dan tersusun rapi itu pun kami tinggalkan menuju penginapan kecil dengan udara buatan yang cukup membuat beku. Sejenak dalam beribu-ribu detik kami beristirahat, makan siang pun siap untuk disantap untuk sebagai cadangan energi. Hmm, setelah sempat adu pendapat tujuan pertama pun bermula pada sebuah bangunan ter-anyar kota itu, apa lagi.. selain Masjid Agung Jawa Tengah yang adanya di Semarang dengan empat payung raksasa nan sangat mahal harganya...
Selesai beribadah dan sejenak mengagumi kemegahan dan keindahan sebuah bongkahan masa karya arsitek itu, benakpun mulai bergejolak untuk menghilangkan dahaga diterik mentari yang cukup mematangkan kulit. Salah seorang yang telah lama mengenal Semarang menyarakan untuk mengunjungi sebuah toko es-krim yang katanya sudah ada sebelum proklamasi.. wah? Ternyata benar, kepala 7 telah disandang oleh toko yang menghadirkan semangkuk kecil eskrim sejuk yang... u yeah, it’s f****n’ delicious...
Slurp.. Seteguk air putih dan mulailah melangkah ke KOTUWALK (Kota Tua Walk), tepatnya menuju area Semarang Utara. Setelah sampai dan sejenak melirik-lirik.. 1 hal penting yang saya tangkap dari kota tua ini, suasana lama sungguh terasa.. banyaknya pejalan kaki, sepeda, becak, tik tak tik tuk suara sepatu kuda.. yah, walaupun ada beberapa mobil yang berseliweran.. Dalam langkah-langkah kecil kami, kamera pun siap dalam genggaman. Perjalanan yang diwarnai dengan kepanasan namun penasaran itupun berlanjut, gereja tua yang sering dipanggil IMANNUEL menyambut dengan hangat, kemegahan arsitektur colonial nan sedikit renaissance dengan 4 pilar utama sebagai ciri wajah rupawannya.
Gang-gang kecilpung satu persatu dilalui dengan sabar sambil menghela dada akan keindahan pengisi kota tua ini, yaitu bangunan-bangunan peninggalan yang memiliki variasi dalam nasib. Ada yang bernasib mujur seperti si-IMMANUEL itu, ada yang semi operasi plastik dengan “adaptive re-use”nya, serta ada pula yang terabaikan yang terkadang menimbulkan “ke-tidakpositifan”. Namun semuanya itu memang merupakan sebuah identitas yang sudah melekat pada apa yang namanya kota-kota tua.
Keberhasilan pemerintah kota Semarang dalam menjaga dan melestarikan kota tuanya patut diacungi jempol, kota tua yang begitu hidup dan nyaman bisa dinikmati oleh para pelancong. Memang keberhasilan ini merupakan komitmen pemerintah kota Semarang dalam mencapai “SEMARANG KOTA WISATA”.
Jalan demi jalan, bangunan demi bangunan, serta selokan demi selokan pun telah dikelilingi.. Perjalanan berkeliling yang ditempuh selama hampir 25% hari itu cukup melelahkan dan membuat perut kembali “keroncongan”.. gruk.. gruk..
Sambil duduk-duduk di pinggir jalan ditemani mentari jingga nan menenangkan, lihat kiri-lihat kanan.. heran?? Sudah pukul 1 jam sebelum magrib, mengapa tidak ada kendaraan bermotor yang seliweran lagi..? Padahal, sekitar pukul segitu merupakan jam pulang kantor, dan hari itu merupakan hari kerja.. Sambil penasaran, kami pun bertanya-tanya agar tidak sesat di jalan, ting!! Jawaban tegas dari seorang bapak paruh baya yang tampak sangat familiar dengan kota ini benar-benar mencengangkan dan menambahkan 1 jempol lagi buat kota tua ini... Ternyata mulai pukul 5 sore kota tua ini benar-benar menjadi SCW.. yang dipanjangkan “Semarang City Walk”, sangat unik..
Perut keroncongan-pun sudah tidak sanggup ditahan lagi, perjalanan diakhiri dengan mencari pengisi perut.. Tapi tetap di kota tua SCW. Sisi waduk kota-pun jadi pilihan karena jajanan sore yang sungguh khas telah siap dengan tendanya, dengan suasanan yang sungguh mengasyikan. Lampu-lampu kota khas “ja-dul” bagaikan prajurit penjaga kota yang gagah mulai memamerkan cahaya kuning keemasannya. Perut kenyang dan siap membawa berita.
Selesai beribadah dan sejenak mengagumi kemegahan dan keindahan sebuah bongkahan masa karya arsitek itu, benakpun mulai bergejolak untuk menghilangkan dahaga diterik mentari yang cukup mematangkan kulit. Salah seorang yang telah lama mengenal Semarang menyarakan untuk mengunjungi sebuah toko es-krim yang katanya sudah ada sebelum proklamasi.. wah? Ternyata benar, kepala 7 telah disandang oleh toko yang menghadirkan semangkuk kecil eskrim sejuk yang... u yeah, it’s f****n’ delicious...
Slurp.. Seteguk air putih dan mulailah melangkah ke KOTUWALK (Kota Tua Walk), tepatnya menuju area Semarang Utara. Setelah sampai dan sejenak melirik-lirik.. 1 hal penting yang saya tangkap dari kota tua ini, suasana lama sungguh terasa.. banyaknya pejalan kaki, sepeda, becak, tik tak tik tuk suara sepatu kuda.. yah, walaupun ada beberapa mobil yang berseliweran.. Dalam langkah-langkah kecil kami, kamera pun siap dalam genggaman. Perjalanan yang diwarnai dengan kepanasan namun penasaran itupun berlanjut, gereja tua yang sering dipanggil IMANNUEL menyambut dengan hangat, kemegahan arsitektur colonial nan sedikit renaissance dengan 4 pilar utama sebagai ciri wajah rupawannya.
Gang-gang kecilpung satu persatu dilalui dengan sabar sambil menghela dada akan keindahan pengisi kota tua ini, yaitu bangunan-bangunan peninggalan yang memiliki variasi dalam nasib. Ada yang bernasib mujur seperti si-IMMANUEL itu, ada yang semi operasi plastik dengan “adaptive re-use”nya, serta ada pula yang terabaikan yang terkadang menimbulkan “ke-tidakpositifan”. Namun semuanya itu memang merupakan sebuah identitas yang sudah melekat pada apa yang namanya kota-kota tua.
Keberhasilan pemerintah kota Semarang dalam menjaga dan melestarikan kota tuanya patut diacungi jempol, kota tua yang begitu hidup dan nyaman bisa dinikmati oleh para pelancong. Memang keberhasilan ini merupakan komitmen pemerintah kota Semarang dalam mencapai “SEMARANG KOTA WISATA”.
Jalan demi jalan, bangunan demi bangunan, serta selokan demi selokan pun telah dikelilingi.. Perjalanan berkeliling yang ditempuh selama hampir 25% hari itu cukup melelahkan dan membuat perut kembali “keroncongan”.. gruk.. gruk..
Sambil duduk-duduk di pinggir jalan ditemani mentari jingga nan menenangkan, lihat kiri-lihat kanan.. heran?? Sudah pukul 1 jam sebelum magrib, mengapa tidak ada kendaraan bermotor yang seliweran lagi..? Padahal, sekitar pukul segitu merupakan jam pulang kantor, dan hari itu merupakan hari kerja.. Sambil penasaran, kami pun bertanya-tanya agar tidak sesat di jalan, ting!! Jawaban tegas dari seorang bapak paruh baya yang tampak sangat familiar dengan kota ini benar-benar mencengangkan dan menambahkan 1 jempol lagi buat kota tua ini... Ternyata mulai pukul 5 sore kota tua ini benar-benar menjadi SCW.. yang dipanjangkan “Semarang City Walk”, sangat unik..
Perut keroncongan-pun sudah tidak sanggup ditahan lagi, perjalanan diakhiri dengan mencari pengisi perut.. Tapi tetap di kota tua SCW. Sisi waduk kota-pun jadi pilihan karena jajanan sore yang sungguh khas telah siap dengan tendanya, dengan suasanan yang sungguh mengasyikan. Lampu-lampu kota khas “ja-dul” bagaikan prajurit penjaga kota yang gagah mulai memamerkan cahaya kuning keemasannya. Perut kenyang dan siap membawa berita.
Dikutip dari Eki Achmad RS:
ReplyDelete"komentarnya, ko ga di bahas yang mabuk di mobil hahahah, trus foto sayanya ko kecil jri....hahaha
keren tapi lah, salut dan selalu membuat euy sri fajri teh.... ini lebihnya fajri"
see eki on http://profiles.friendster.com/12325615
To Eki:
ReplyDeleteThanks bwt commentnya, fotonya yang ditampilkan itu thumnail doank bos, klik aja fotonya biar lebih besar.. Ok!?